Friday, December 11, 2009
Santa's head
Do you know how Santa's head tastes?
It tastes like chocolate...well, milk chocolate in this case.
Merry Christmas! (still a week or more, but who gives a damn :p )
Multiply
A friend of mine just recently got her heart shrewd apart.
A friend of mine owns a multiply account.
This friend of mine uses her multiply to post writings and pictures about her latest incident.
This friend of mine has tons of interesting (sometimes sad) writings.
I was intrigued to give comments since we're used to comment each other's writing on facebook. I didn't have a multiply account...yet. So, this friend urged me to create one and voila! I have my own multiply. For the sake of posting my personal commentaries.... I have a serious bitching problem.
So, now I have an extra chore to feed my blogger and multiply account.
And I don't understand how multiply works.... *sigh*
A friend of mine owns a multiply account.
This friend of mine uses her multiply to post writings and pictures about her latest incident.
This friend of mine has tons of interesting (sometimes sad) writings.
I was intrigued to give comments since we're used to comment each other's writing on facebook. I didn't have a multiply account...yet. So, this friend urged me to create one and voila! I have my own multiply. For the sake of posting my personal commentaries.... I have a serious bitching problem.
So, now I have an extra chore to feed my blogger and multiply account.
And I don't understand how multiply works.... *sigh*
Thursday, December 10, 2009
Lalu Kelabu
Saya terbangun dini hari karena mimpi buruk yang membuat saya tidak bisa bernafas selama beberapa detik. Mimpinya apa saya sudah lupa lagi, ada orang-orang yang sibuk menarik-narik kedua lengan saya...kalau tidak salah. Intinya saya terbangun sambil berjuang memasukkan udara ke paru-paru lagi.
Panik, itu yang pertama saya rasakan tentu karena saya tidak bisa bernafas. Rasa kedua yang menyerang adalah takut. Entah kenapa saya ketakutan luar biasa. Mungkin karena tidak bisa bernafas dan berpikir mungkin saya akan mati kalau begitu terus selama beberapa menit. Masih nanar dan setengah tertidur, saya menyalakan telepon selular dan menelpon nomor pertama yang muncul di kepala, yang kebetulan adalah nomor seorang mantan pacar.
Saya menghabiskan sekitar 7 menit bicara tidak karuan, mencoba mengurangi kepanikan yang saya rasakan, dan akhirnya mencoba tidur lagi. Kemudian mimpi buruk sialan itu kembali lagi. Episode ke-2. Saya terbangun lagi dengan panik (lagi) dan kembali menekan nomor yang sama di panggilan terakhir telepon selular. Spent a good 9 minutes talking about shit.
Yang kemudian ada di pikiran saya pagi harinya ketika akhirnya saya sepenuhnya terjaga adalah setelah sekian lama (bulan), reflek saya masih juga terpaut pada orang yang sama. Saya pikir seharusnya hal-hal macam itu sudah selesai, ternyata belum. Insting saya mendorong saya untuk masih menelpon orang itu ketika saya merasa terancam. Menurut seorang teman, itu reflek yang buruk. Menurut saya, itu reflek buruk yang terasa normal.
Aduh.
Mungkin perjalanan 'move on move along' ini masih tidak bergerak sesuai harapan.
Panik, itu yang pertama saya rasakan tentu karena saya tidak bisa bernafas. Rasa kedua yang menyerang adalah takut. Entah kenapa saya ketakutan luar biasa. Mungkin karena tidak bisa bernafas dan berpikir mungkin saya akan mati kalau begitu terus selama beberapa menit. Masih nanar dan setengah tertidur, saya menyalakan telepon selular dan menelpon nomor pertama yang muncul di kepala, yang kebetulan adalah nomor seorang mantan pacar.
Saya menghabiskan sekitar 7 menit bicara tidak karuan, mencoba mengurangi kepanikan yang saya rasakan, dan akhirnya mencoba tidur lagi. Kemudian mimpi buruk sialan itu kembali lagi. Episode ke-2. Saya terbangun lagi dengan panik (lagi) dan kembali menekan nomor yang sama di panggilan terakhir telepon selular. Spent a good 9 minutes talking about shit.
Yang kemudian ada di pikiran saya pagi harinya ketika akhirnya saya sepenuhnya terjaga adalah setelah sekian lama (bulan), reflek saya masih juga terpaut pada orang yang sama. Saya pikir seharusnya hal-hal macam itu sudah selesai, ternyata belum. Insting saya mendorong saya untuk masih menelpon orang itu ketika saya merasa terancam. Menurut seorang teman, itu reflek yang buruk. Menurut saya, itu reflek buruk yang terasa normal.
Aduh.
Mungkin perjalanan 'move on move along' ini masih tidak bergerak sesuai harapan.
Wednesday, December 9, 2009
Luntur
Melihat orang mengeluh tentang betapa sulitnya hidup ini kadang mendatangkan beberapa perasaan. Pertama, saya cenderung jadi jatuh kasihan karena berpikir 'Oh, sedih sekali ya melihat orang ini meratap'. Kedua, saya akan berusaha membantu; menawarkan solusi, alternatif atau apa pun yang mungkin akan bisa meringankan sedikit muram durja si orang itu.
Tapi ketika si orang mengeluh karena hidupnya sengsara (padahal itu karena tindakan dia sendiri) dan diumumkan di ruang publik (sekalipun maya), itu membuat saya cenderung muak, mual dan kesal. Mungkin karena saya pikir orang ini terlalu sibuk mencari simpati ketimbang solusi. Mungkin juga karena saya pikir ketimbang mengumbar kesialan dalam hidupnya, lebih baik dia mencoba untuk positif. Toh, beberapa hari sebelumnya, orang ini tak merasa punya beban dengan terus-menerus keluar bersenang-senang dengan temannya...
Anyway, it shouldn't concern me much if the person has no significance in my life. Masalahnya adalah saya selalu percaya bahwa dia bisa jadi lebih baik dari dia sekarang.
Tampaknya kepercayaan saya mulai sedikit meluntur :(
Tapi ketika si orang mengeluh karena hidupnya sengsara (padahal itu karena tindakan dia sendiri) dan diumumkan di ruang publik (sekalipun maya), itu membuat saya cenderung muak, mual dan kesal. Mungkin karena saya pikir orang ini terlalu sibuk mencari simpati ketimbang solusi. Mungkin juga karena saya pikir ketimbang mengumbar kesialan dalam hidupnya, lebih baik dia mencoba untuk positif. Toh, beberapa hari sebelumnya, orang ini tak merasa punya beban dengan terus-menerus keluar bersenang-senang dengan temannya...
Anyway, it shouldn't concern me much if the person has no significance in my life. Masalahnya adalah saya selalu percaya bahwa dia bisa jadi lebih baik dari dia sekarang.
Tampaknya kepercayaan saya mulai sedikit meluntur :(
Tuesday, December 8, 2009
Dick
There was desperation in my voice when I asked you to come. I had no one else to go. You were the most sensible choice and you knew.
Yet, as usual, you had reasons for not coming. You easily said keep my spirit up and some other cliche bullshit. And I answered as usual, I don't need bullshit I need company.
Yet, you were ignorant as you normally are...
Jesus fuckin Christ... I thought we're friends. I guess you always manage to find new ways to disappoint me in the most terrible times and make me cry out of exhaustion and anger.
Thanx a lot man, you've made my day... again.
Yet, as usual, you had reasons for not coming. You easily said keep my spirit up and some other cliche bullshit. And I answered as usual, I don't need bullshit I need company.
Yet, you were ignorant as you normally are...
Jesus fuckin Christ... I thought we're friends. I guess you always manage to find new ways to disappoint me in the most terrible times and make me cry out of exhaustion and anger.
Thanx a lot man, you've made my day... again.
Catatan 01
Membaca kepedihan seorang teman ternyata menorehkan sedikit kesakitan yang datang dari masa lalu. Terlalu banyak kemiripan antara satu manusia kurang ajar dengan manusia brengsek lainnya. Payah.
Memento mori...
Memento mori...
Subscribe to:
Posts (Atom)