Saya terbangun dini hari karena mimpi buruk yang membuat saya tidak bisa bernafas selama beberapa detik. Mimpinya apa saya sudah lupa lagi, ada orang-orang yang sibuk menarik-narik kedua lengan saya...kalau tidak salah. Intinya saya terbangun sambil berjuang memasukkan udara ke paru-paru lagi.
Panik, itu yang pertama saya rasakan tentu karena saya tidak bisa bernafas. Rasa kedua yang menyerang adalah takut. Entah kenapa saya ketakutan luar biasa. Mungkin karena tidak bisa bernafas dan berpikir mungkin saya akan mati kalau begitu terus selama beberapa menit. Masih nanar dan setengah tertidur, saya menyalakan telepon selular dan menelpon nomor pertama yang muncul di kepala, yang kebetulan adalah nomor seorang mantan pacar.
Saya menghabiskan sekitar 7 menit bicara tidak karuan, mencoba mengurangi kepanikan yang saya rasakan, dan akhirnya mencoba tidur lagi. Kemudian mimpi buruk sialan itu kembali lagi. Episode ke-2. Saya terbangun lagi dengan panik (lagi) dan kembali menekan nomor yang sama di panggilan terakhir telepon selular. Spent a good 9 minutes talking about shit.
Yang kemudian ada di pikiran saya pagi harinya ketika akhirnya saya sepenuhnya terjaga adalah setelah sekian lama (bulan), reflek saya masih juga terpaut pada orang yang sama. Saya pikir seharusnya hal-hal macam itu sudah selesai, ternyata belum. Insting saya mendorong saya untuk masih menelpon orang itu ketika saya merasa terancam. Menurut seorang teman, itu reflek yang buruk. Menurut saya, itu reflek buruk yang terasa normal.
Aduh.
Mungkin perjalanan 'move on move along' ini masih tidak bergerak sesuai harapan.
No comments:
Post a Comment